Gadis Perawan Tak Berdaya Di Ranjang Ibunya
Awal tahun 2014 ditandai dengan gerimis yang lembut. Di tengah suasana itu, Nadya, seorang gadis yang dikenal salehah dan menawan, memiliki tujuan penting. Ia berencana mendaftarkan diri ke sebuah bimbingan belajar yang reputasinya dikenal paling unggul di kotanya. Langkah ini diambil sebagai persiapan matangnya menghadapi UMPTN 2014. Setibanya di lokasi yang dituju, Nadya tidak sendiri; ia datang bersama seorang teman. Kedatangan mereka disambut oleh seseorang tepat di tangga.
Sapaan ramah menyambut kedatangan Nadya dan temannya. "Mau mendaftar ya, Dek? Kalau begitu, silakan ke atas," ujar seorang pria yang tampak lebih dewasa dibandingkan calon siswa lain yang berada di sana. Belakangan, Nadya mengetahui bahwa pria itu bernama Budi, seorang tentor untuk kelas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang ternyata juga akan menjadi salah satu pengajarnya. Meskipun parasnya tidak terlalu menawan, namun kata-kata Budi berhasil membuat Nadya merasa sangat tersanjung.
Tidak hanya sapaan, wibawa dan senyuman Budi pun berhasil memikat hati Nadya yang lugu dan salehah. Terlebih lagi, saat Budi menjelaskan materi pelajaran, kecerdasannya tampak begitu memancar, membuat kekaguman Nadya semakin bertambah. Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dekat. Nadya bahkan sering diantar pulang oleh Budi. Dalam perjalanan, mereka tak jarang berbagi cerita dan pemikiran, bahkan hal-hal yang bersifat pribadi, sehingga terjalin keterbukaan di antara keduanya.
Selain itu, keakraban mereka juga diwarnai dengan canda tawa. Sesekali, Budi bahkan menyentuh Nadya. Meskipun Nadya terkadang menolak sentuhan itu, ia tak dapat memungkiri bahwa sentuhan lembut dan penuh perhatian dari Budi menimbulkan perasaan yang berbeda dalam dirinya. Hingga suatu saat, Budi mengajak Nadya untuk menonton film. Sempat timbul keraguan dalam benak Nadya, namun akhirnya ia menerima ajakan tersebut.
Malam itu, sekitar pukul tujuh, mereka berangkat menuju bioskop Twenty One. Nadya terlihat sangat menawan dengan blus biru yang memperlihatkan sedikit bagian dadanya, dipadukan dengan kemeja putih bersih dan rok panjang lembut yang menjadi ciri khas penampilannya. Tak ketinggalan, kaus kaki selalu setia menutupi kaki jenjangnya yang putih bersih. Selama pemutaran film berlangsung, perhatian Budi tampak sepenuhnya tertuju pada Nadya.
Meskipun berusaha terlihat fokus pada layar, Nadya sebenarnya menyadari tatapan intens dari Budi. Perlahan, Budi mulai memberanikan diri menggenggam tangannya. Nadya, tanpa daya, tidak menolak sentuhan itu. Kemudian, Budi mengucapkan kata-kata yang membuat jantung Nadya berdebar kencang, "Mas sayang kamu." Ucapan itu bagaikan sambaran petir asmara yang membuatnya tak mampu lagi menolak. Terlebih lagi, ketika Budi mulai menyandarkan kepalanya di bahunya dan meletakkan tangannya di paha Nadya yang masih tertutup oleh rok panjangnya, pertahanan Nadya semakin luluh.
Setelah itu, Budi menatap Nadya sejenak, lalu tiba-tiba mencium bibirnya. Pada awalnya, Nadya mencoba menolak. Akan tetapi, ciuman bertubi-tubi dari Budi dan gejolak birahi yang kuat membuatnya akhirnya, dengan sedikit kecanggungan, membalas ciuman tersebut.
Kobaran birahi yang baru pertama kali dirasakan Nadya semakin membakarnya. Kembali, ia tak mampu menolak ketika jemari Budi menyusup ke dalam mulutnya, bertemu dengan lidahnya. Dalam ciuman yang semakin dalam, lidah mereka saling bertautan, dan aroma napas bercampur, menciptakan sensasi nikmat saat mereka bertukar air liur.
Beruntung, deretan kursi tempat mereka duduk saat itu kosong, sehingga tidak ada seorang pun yang menyaksikan kemesraan mereka. Pengalaman ini merupakan yang pertama kali bagi Nadya. Terlebih lagi, perbuatan ini terjadi di dalam bioskop, yang kemudian menimbulkan sedikit rasa malu dalam benaknya saat ia membayangkannya kembali.
Seketika, benak Nadya dipenuhi kekhawatiran. Bagaimana jika orang lain sampai mengetahui perbuatannya dengan Budi? Ke mana perginya martabatnya sebagai seorang gadis yang selama ini dikenal alim dan manis? Akan tetapi, ketakutan itu ternyata tidak mampu mengalahkan gejolak birahi yang sedang membara dalam dirinya. Justru, pikiran itu malah semakin membuatnya terangsang. Oleh karena itulah, Nadya benar-benar menikmati momen tersebut.
Semakin hanyut dalam suasana, Budi pun semakin berani. Ia mulai menyingkap rok panjang yang dikenakan Nadya dan mengelus-elus paha mulus Nadya yang berwarna kuning langsat. Sambil berbisik, ia berkata, "Paha kamu mulus ya... Mas jadi tambah sayang sama kamu. Pasti paha kamu belum pernah disentuh cowok seperti ini kan??"
Rupanya, rok yang dikenakan Nadya saat itu memang memiliki desain yang memudahkan perbuatan Budi. Rok biru panjang dan lembut itu memiliki belahan di bagian samping, yang memungkinkan tangan Budi dengan leluasa menyusup mencari kehangatan di antara kedua paha Nadya. Namun, karena rasa malu yang masih tersisa, Nadya berusaha menahan tangan Budi sambil berucap lirih, "Jangan, Kak." Akan tetapi, Budi seolah tidak menghiraukan perkataan Nadya, dan tangannya terus berusaha memaksa masuk.
Kini, tangan Budi telah berhasil mencapai bagian dalam paha Nadya, tepat di atas celana dalamnya. Tinggal sedikit tarikan lagi, dan ia akan menyentuh kemaluan Nadya yang sudah terasa basah. Budi terus membujuk, "Dek, tidak apa-apa kok, ini enak. Masa kamu tidak percaya sama Mas? Iya, Sayang... iya...!" Meskipun Nadya berusaha sekuat tenaga untuk menolak keinginan Budi, kekuatannya tidak sebanding. Hingga akhirnya, dalam sekejap, jari Budi menyentuh klitoris Nadya.
Sentuhan itu seketika membangkitkan kenikmatan yang luar biasa dalam diri Nadya. Terlebih lagi, ketika Budi mulai menggerakkan tangannya di area luar vaginanya, mengelus lembut bulu-bulu halusnya, dan menggesek-gesekkan klitorisnya yang sudah basah oleh cairan alaminya. Sensasi yang belum pernah ia rasakan sebelumnya itu sungguh memabukkan.
Tanpa disadari, Nadya mulai bergerak gelisah dan mengeluarkan desahan-desahan erotis, meskipun rasa malu masih menyelimutinya. "Ahh... ahh... Mas... maaasss... jang... jangan... Mass... aaakhh...!" rintihnya tertahan. Sementara itu, kepala Budi tanpa sadar sudah menempel di antara kedua payudaranya. Tak lama kemudian, film berakhir dan lampu bioskop kembali menyala terang.
Setelah lampu menyala, Budi menatap Nadya dengan penuh kasih sayang. "Pulang yuk!" ajaknya sambil menggandeng tangan Nadya. Saat mereka berjalan menuruni tangga, Nadya merapikan kembali rok dan pakaiannya yang sempat berantakan akibat perbuatan Budi sebelumnya.
Memecah keheningan di antara mereka, Budi berujar, "Maafin kelakuan Mas tadi ya."
Nadya menjawab dengan suara pelan, "Nggak apa-apa, tapi jangan diulangi lagi ya, Kak... Nadya takut."
Mendengar jawaban Nadya, Budi langsung merangkul pinggulnya dan mengecup pipinya dengan penuh kemesraan. Kemudian, mereka pulang dengan menggunakan taksi. Sesampainya di depan rumah Nadya, ia berkata, "Turun dulu, Kak!" Budi pun menurutinya dengan segera membayar ongkos taksi dan ikut turun bersama Nadya.
Setibanya di depan rumah, Nadya meraih kunci yang biasa disembunyikan keluarganya di bawah pot, sebuah kebiasaan jika rumah sedang kosong. Maklum saja, ibu dan ayah Nadya sering berkunjung ke rumah kakak laki-laki tertua mereka, sehingga Nadya biasanya hanya tinggal di rumah bersama saudara-saudaranya yang lain.
Setelah mendapatkan kunci, Nadya mempersilakan Budi untuk masuk ke dalam rumahnya yang sederhana. "Silakan duduk, Mas... mau minum apa?" tanyanya dengan ramah.
Lanjut ke bagian panas!
Budi menjawab, "Tidak usah repot-repot, Dek. Eh, iya, orang tuamu tidak ada?"
"Tidak ada, Mas, sepertinya sedang pergi," jawab Nadya.
"Oohh..." gumam Budi.
Demikian percakapan singkat mereka setelah memasuki rumah. Nadya kemudian beranjak menuju kamarnya untuk berganti pakaian. "Tunggu sebentar ya, Kak," ujarnya. Namun, tanpa diduga, Budi mengikuti Nadya hingga ke dalam kamar, lalu tiba-tiba menggendongnya dan membawanya ke atas ranjang. Setelah itu, ia mengunci pintu kamar.
Dengan kepolosan, Nadya bertanya, "Mas mau apa?" Budi menjawab dengan nada menggoda, "Lanjutkan yang tadi ya?" Nadya kembali mencoba menolak, "Jangan, Kak, Nadya takut!" Namun, Budi tidak menghiraukannya. Ia langsung memeluk Nadya erat dan menciuminya dengan liar. Nadya, yang sejak di bioskop juga sudah terangsang, tanpa sadar membalas ciuman Budi dengan penuh nafsu.
Suara decakan bibir yang saling bertautan mesra terdengar memenuhi ruangan. Budi kemudian melepaskan seluruh pakaiannya, hingga telanjang bulat di hadapan Nadya yang wajahnya mulai merona karena gejolak birahi. Pemandangan alat kelamin Budi yang menggantung di depannya tampak sangat besar, sebuah pemandangan yang baru pertama kali disaksikan langsung oleh Nadya.
Selama ini, Nadya hanya sesekali melihat organ intim pria saat ia diam-diam membuka situs porno di internet. Meskipun dikenal alim, Nadya memiliki kebiasaan menjelajahi situs-situs dewasa tersebut. Oleh karena itu, ia tidak lagi mampu menolak ketika Budi melepaskan seluruh pakaiannya, hingga Nadya benar-benar telanjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Satu-satunya yang tersisa hanyalah blus birunya, yang memang sengaja tidak dilepaskan oleh Budi.
"Kamu tampak lebih menggairahkan saat masih mengenakan busana, sayang," bisik Budi dengan lembut. Kini, di kamar Nadya sendiri, di atas ranjang yang biasa menjadi tempat tidur ibunya, Nadya sedang menggenggam batang kemaluan tentornya yang terasa panjang dan keras, yang Budi sodorkan ke mulutnya.
Meskipun awalnya merasa sedikit jijik dan sempat menolak, akhirnya Nadya menurut dan justru mulai menikmati menghisap kemaluan Budi. Sensasi itu mengingatkannya pada lolipop manis yang sering diberikan ibunya saat ia kecil. Budi pun mengerang kenikmatan, "Ahh... aah... ahhh... enak, Sayang... terus...!" Suara kecapan mulut Nadya yang sedang menghisap batang kemaluan Budi terdengar jelas, "Ckkc... ckkk...!"
Pemandangan yang tersaji sungguh membangkitkan gairah. Seorang gadis, dengan hanya blus yang masih melekat di tubuhnya, sedang menjilati kemaluan seorang pria yang bukan suaminya. Dalam posisi berbaring, dengan Budi yang mengangkang di atasnya sambil kedua tangannya meraih dan meremas payudaranya, Nadya merasakan kenikmatan yang luar biasa.
Dalam gelombang birahi yang semakin membuncah, kesadaran Nadya seolah menghilang. Budi kini mengalihkan perhatiannya, melepaskan penisnya dari mulut Nadya dan mulai menghisap kedua payudaranya secara bergantian dengan penuh nafsu. Sementara itu, tangannya tak berhenti memainkan klitoris Nadya, dan sesekali menyelusup masuk ke dalam vaginanya yang sudah sangat basah.
Kenikmatan yang dirasakan Nadya semakin memuncak. "Aaah... ahh... uhh... uuhh Maasshh... shhtt...kkk... Kak eehhk... ah... aahh uhh aaah...!" teriaknya dalam keadaan antara sadar dan tidak, meracau tak karuan karena tak mampu menahan gelombang nikmat yang melandanya. Budi pun tak ketinggalan, ia menjilati setiap jengkal tubuh Nadya, turun semakin rendah hingga mencapai pusat kenikmatannya, lubang kemaluannya, yang kemudian ia jamah dengan penuh kelembutan.
Lenguhan kenikmatan kembali lolos dari bibir Nadya, "Aahh... aahhh... massshh... Nadya mau pipiisshhh...!" Namun, Budi seolah tidak mendengar permintaannya. Jilatannya justru berpindah ke area yang paling sensitif. Dengan lihai, lidahnya mempermainkan klitoris Nadya, membuatnya hanya bisa membuka dan menutup mata menikmati sensasi luar biasa yang ditimbulkan oleh sentuhan lidah di bagian tubuhnya yang paling rawan.
"Kakkk... Kakkk... Nadya pipiiishhh... Ahh... aahh...!" rintih Nadya. Cairan kenikmatan pun keluar dari vaginanya, namun Budi tidak menghentikan aksinya. Ia terus menghisap vagina Nadya hingga bersih. "Oohh... Kakkk... enakk... Kakk...!" desah Nadya, seolah tak lagi peduli dengan kata-kata yang terlontar dari bibirnya.
Setelah memuaskan Nadya dengan oral seks, Budi kini mencoba menusuknya dengan penisnya yang sudah tegang sejak tadi. Ia ingin memberikan kenikmatan pada Nadya terlebih dahulu sebelum memikirkan hasratnya sendiri. Nadya pun segera melebarkan kedua kakinya, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Budi. Budi berusaha memasukkan batang penisnya ke dalam vagina Nadya, namun terasa agak sulit karena Nadya masih perawan.
Meskipun merasakan sakit, sentuhan Budi yang meremas payudaranya dan ciuman lembut di bibirnya sedikit mengurangi rasa tidak nyaman itu. Hingga akhirnya, sebuah gebrakan terasa, menandakan bahwa Budi berhasil menembus keperawanan Nadya. "Ahh... saa... saakiitt Kaakkk...!" pekik Nadya. Budi kemudian membelai kepala Nadya yang masih terbungkus blus, dan berbisik, "Tahan ya, uhh...!"
Budi tampak begitu menikmati sensasi kejutan dari cengkeraman vagina Nadya. "Uhh... Dekk... kamu hebat!" pujinya. Mereka terus berciuman mesra, sementara tangan Budi dengan lembut memainkan puting susu Nadya yang semakin menegang. "Ahh... aahh... aahh..." desah Nadya, benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa. "Aahhh... ohh... uuhh...!"
Budi kemudian menghisap bibir Nadya dengan lembut, memperpanjang ciuman mereka. Tak berselang lama, Nadya kembali merasakan puncak kenikmatan. "Ahh... aahh... ohh... yeaahh... yeaah... Kak... Nadya mau pipiss lagiiihhh... Oohh Nadya sudah tidak tahan lagi...!" serunya, dan seketika cairan kenikmatan kembali membasahi dirinya, "Serrr..."
Seiring dengan keluarnya cairan kenikmatan dari vaginanya, Nadya merasakan sensasi yang luar biasa di seluruh tubuhnya. Bersamaan dengan itu, darah segar yang sejak tadi keluar semakin membasahi seprai ranjang. Pada saat yang sama, Budi menarik keluar penisnya dari vagina Nadya dan menyemprotkan spermanya ke seluruh wajah dan mulut Nadya, hingga membasahi blus birunya.
Setelahnya, Nadya membersihkan sisa sperma di wajah dan mulutnya dengan menjilat dan menelan sebagian, kemudian menghisap batang kemaluan Budi hingga bersih. Usai bercumbu, mereka saling bertatapan mesra, berpelukan erat, dan akhirnya tertidur bersama dalam kelelahan dan kepuasan.
Komentar
Posting Komentar